Sabtu, 24 Maret 2018

Makalah Hygiene Perusahaan

BAB I
PENDAHULUAN


A.   Latar Belakang

    Kesehatan lingkungan kerja sering kali dikenal juga dengan istilah Higiene Industri atau Higiene Perusahaan. Tujuan utama dari Higien Perusahan. Kesehatan Kerja adalah menciptakan tenaga kerja yang sehat dan produktif. Selain itu Kegiatannya bertujuan agar tenaga kerja terlindung dari berbagai macam resiko akibat lingkungan kerja diantaranya melalui pengenalan, evaluasi, pengendalian dan melakukan tindakan perbaikan yang mungkin dapat dilakukan. Melihat risiko bagi tenaga kerja yang mungkin dihadapi di lingkungan kerjanya, maka perlu adanya personil di lingkungan industri yang mengerti tentang hygiene industri dan menerapkannya di lingkungan kerjanya. Hiperkes pada dasarnya merupakan penggabungan dua disiplin ilmu yang berbeda yaitu medis dan teknis yang menjadi satu kesatuan sehingga mempunyai tujuan yang sama yaitu menciptakan tenaga kerja yang sehat dan produktif. 
    Sejarah hiperkes berkembang setelah abad ke-16. Pada tahun 1556 oleh Agricola dan 1559 oleh Paracelcus di aderah pertambangan. Benardi Rammazini (1633-1714), dikenakl sebagai bapak Hiperkes, yang membahas hiperkes di industry textile terutama mengenai penyakit akibat kerja (PAK).

B.    Rumusan Masalah
  1. Apa yang dimaksud hygiene  perusahaan
  2. Bagaimana sejarah hygiene perusahaan
  3. Apa saja yang menjadi ruang lingkup dan tujuan dari hygiene perusahaan
  4. Bagaimana potensi bahaya pada faktor fisika dan factor kimia yang terjadi dalam hygiene perusahaan







BAB II
PEMBAHASAN

A.  Pengertian Hygiene Perusahaan

    Higiene Perusahaan adalah spesialisasi dalam ilmu hygiene beserta prakteknya yang dengan mengadakan penilaian kepada faktor-faktor penyebab penyakit kualitatif dan kuantitatif dalam lingkungan kerja dan perusahaan melalui pengukuran yang hasilnya dipergunakan untuk dasar tindakan korektif kepada lingkungan tersebut serta bila perlu pencegahan, agar pekerja dan masyarakat sekitar suatu perusahaan terhindar dari bahaya akibat kerja serta dimungkinkan mengecap derajat kesehatan setinggi-tingginya. (Menurut Suma’mur, 1976). Jenis sifat-sifat Higiene Perusahaan; sasaran adalah lingkungan kerja dan bersifat teknik.

    Kesehatan kerja adalah spesialisasi dalam ilmu kesehatan/kedokteran beserta prakteknya yang bertujuan, agar pekerja/masyarakat memperoleh derajat kesehatan setingg-tingginya, baik fisik, atau mental, maupun sosial, dengan usaha-usaha preventif dan kuratif, terhadap penyakit-penyakit/gangguan-gangguan kesehatan yang diakibatkan faktor-faktor pekerjaan dan lingkungan kerja, serta terhadap penyakit-penyakit umum. Jenis sifat-sifat kesehatan kerja yaitu; sasaran adalah manusia dan bersifat medis.

        Hiperkes pada dasarnya merupakan penggabungan dua disiplin ilmu yang berbeda yaitu medis dan teknis yang menjadi satu kesatuan sehingga mempunyai tujuan yang sama yaitu menciptakan tenaga kerja yang sehat dan produktif. Istilah Hiperkes menurut Undang – Undang tentang ketentuan pokok mengenai Tenaga Kerja yaitu lapangan kesehatan yang ditujukan kepada pemeliharaan-pemeliharaan dan mempertinggi derajat kesehatan tenaga kerja, dilakukan dengan mengatur pemberian pengobatan, perawatan tenaga kerja yang sakit, mengatur persediaan tempat, cara-cara dan syarat yang memenuhi norma-norma hiperkes untuk mencegah penyakit baik sebagai akibat pekerjaan, maupun penyakit umum serta menetapkan syarat-syarat kesehatan bagi tenaga kerja.

       Hiperkes berkembang setelah abad ke-16. Pada tahun 1556 oleh Agricola dan 1559 oleh Paracelcus di aderah pertambangan. Benardi Rammazini (1633-1714), dikenal sebagai bapak Hiperkes, yang membahas hiperkes di industry textile terutama mengenai penyakit akibat kerja (PAK).

B.  Sejarah Hygiene Perusahaan

    Seperti halnya profesi yang lain, menentukan kapan pertama kalinya praktek higiene industri dilakukan sangat sulit untuk ditentukan, bahkan hampir mustahil. Namun, kita bisa mulai menjawabnya dengan mengidentifikasi kapan manusia mulai menyadari adanya bahaya di tempat kerja dan bagaimana cara mengendalikannya.

    Pada tahun 370 SM, seorang dokter yang bernama Hippocrates (460-370SM) membuat tulisan tentang penyakit akibat kerja, keracuan timbal pada pekerja pertambangan dan metalurgi. Tulisannya ini merupakan tulisan pertama dalam bidang kedokteran kerja (occupational medicine).

    Pada awal abad pertama setelah masehi, Plinius Secundus (Pliny the Elder) menulis bahwa ”sedikit penambang menyelimuti mukanya dengan loose bladder (kain penutup yang terbuat dari kandung kemih binatang), yang memungkinkan mereka melihat tanpa menghirup debu-debu yang berbahaya”. Dari tulisannya tersebut kita melihat bahwa pada awal abad pertama setelah masehi, Pliny berhasil mengidentifikasi adanya bahaya debu di tempat kerja dan menuliskan bagaimana sebagian pekerja telah berusaha melakukan kontrol terhadap bahaya tersebut dengan menggunakan alat pelindung diri berupa loose bladder. Pada tahun 1473, Ellenbog mengenali bahaya dari uap logam dan menggambarkan gejala-gejala akibat keracunan uap logam timbal dan merkuri. Ellenbog juga memberikan beberapa saran bagaimana cara mencegah keracunan tersebut.

    Pada tahun 1556, Georgius Agricola menerbitkan tulisan De Re Metallica menyatakan bahwa semua aspek di industri pertambangan, peleburan dan penyulingan, tidak ada yang terbebas dari penyakit dan celaka, dan alat yang bisa digunakan untuk mencegah penyakit dan celaka tersebut adalah ventilasi. Dilanjutkan dengan adanya hasil penelitian yang luar biasa dari Paracelsus, pada tahun 1567 tentang penyakit respirasi pada pekerja pertambangan disertai penjelasan tentang keracunan merkuri.

    De Morbis Artificium Diatriba (penyakit para pekerja) merupakan tulisanpertama yang dianggap sebagai risalah lengkap dalam bidang penyakit akibat kerja. Tulisan ini adalah hasil karya Bernardino Ramazzini (1633-1714), yang dikenal sebagai Bapak kedokteran kerja (occupational Medicine) dan diterbitkan pada tahun 1713. Melalui observasinya sendiri, Ramazzini menggambarkan dengan sangat akurat stratifikasi dari pekerjaan, bahaya yang ada di tempat kerja tersebut dan penyakit yang mungkin muncul akibat pekerjaan tersebut. Meskipun Ramazzini memberikan cara pencegahan penyakit tersebut, seperti perlunya menutupi wajah untuk menghindari debu, tetapi kebanyakan dari rekomendasinya bersifat terapi dan kuratif.

       Pada tahun 1775 Percival Pott, menyatakan bahwa para pekerja pembersih cerobong asap di Inggris menderita penyakit kanker skrotum. Percival Pott menekankan bahwa adanya jelaga dan kurangnya higiene di cerobong asap yang menyebabkan terjadinya kanker skrotum. Dari penelitiannya ini, maka Percival Pott menjadi Occupational epidemiologist pertama dalam sejarah.

    Baru pada abad ke-19, dua orang dokter yakni Charles Thackrah di Inggris dan Benjamin W. Mc Cready di Amerika, memulai lahirnya literatur modern dalam bidang rekognisi penyakit akibat kerja. On the influenece of Trades, Professions, and Occupations in the United States, in the Production of disease, hasil karya Benjamin Mc Cready, merupakan literatur kedokteran kerja pertama yang dipublikasikan di Amerika.

C.  Ruang lingkup dan Tujuan hygiene perusahaan

    Ruang lingkup hygiene industry merupakan sekuen atau urutan langkah atau metode dalam implementasi HI,dimana urutan tidak bisa dibolak balik dan merupakan suatu siklus yang tidak berakhir (selama aktivitas industry berjalan).

Ruang lingkup hygiene industry terdiri dari :

1) Antisipasi

    Antisipasi merupakan kegiatan untuk memprediksi potensi bahaya dan risiko di tempat kerja. Tahap awal dalam melakukan atau penerapan higiene industri di tempat kerja. Adapun tujuan dari anntisipasi adalah :
  • Mengetahui potensi bahaya dan risiko lebih dini sebelum muncul menjadi bahaya dan risiko yang nyata
  • Mempersiapkan tindakan yang perlu sebelum suatu proses dijalankan atau suatu area dimasuki
  • Meminimalisasi kemungkinan risiko yang terjadi pada saat suatu proses dijalankan atau suatu area dimasuki

Langkah-langkah dalam antisipasi yaitu :
  • Pengumpulan Informasi
  • Melalui studi literature
  • Mempelajari hasil penelitian
  • Dokumen-dokumen perusahaan
  • Survey lapangan
  • Analisis dan diskusi
  • Diskusi dengan pihak terkait yang kompeten
  • Pembuatan Hasil

Yang dihasilkan dari melakukan antisipasi adalah daftar potensi bahaya dan risiko yangndapat dikelompokkan:
  • Berdasarkan lokasi atau unit
  • Berdasarkan kelompok pekerja
  • Berdasarkan jenis potensi bahaya
  • Berdasarkan tahapan proses produksi dll

2) Rekognisi

    Rekognisis merupakan serangkaian kegiatan untuk mengenali suatu bahaya lebih detil dan lebih komprehensif dengan menggunakan suatu metode yang sistematis sehingga dihasilkan suatu hasil yang objektif dan bias dipertanggung jawabkan. Di mana dalam rekognisi ini kita melakukan pengenalan dan pengukuran untuk mendapatkan informasi tentang konsentrasi, dosis, ukuran (partikel), jenis, kandungan atau struktur, sifat, dll.
Adapun tujuan dari rekognisi adalah :
  • Mengetahui karakteristik suatu bahaya secara detil (sifat, kandungan, efek, severity, pola pajanan, besaran)
  • Mengetahui sumber bahaya dan area yang  berisiko
  • Mengetahui pekerja yang berisiko


3) Evaluasi

    Pada tahap penilaian/evaluasi lingkungan, dilakukan pengukuran, pengambilan sampel dan analisis di laboratorium. Melalui penilaian lingkungan dapat ditentukan kondisi lingkungan kerja secara kuantitatif dan terinci, serta membandingkan hasil pengukuran dan standar yang berlaku, sehingga dapat ditentukan perlu atau tidaknya teknologi pengendalian, ada atau tidaknya korelasi kasus kecelakaan dan penyakit akibat kerja dengan lingkungannya , serta sekaligus merupakan dokumen data di tempat kerja.
Tujuan pengukuran dalam evaluasi yaitu :
  • Untuk mengetahui tingkat risiko
  • Untuk mengetahui pajanan pada pekerja
  • Untuk memenuhi peraturan (legal aspek)
  • Untuk mengevaluasi program pengendalian yang sudah dilaksanakan
  • Untuk memastikan apakah suatu area aman untuk dimasuki pekerja
  • Mengetahui jenis dan besaran hazard secara lebih spesifik

4) Pengontrolan

Ada 6 tingkatan Pengontrolan di Tempat Kerja yang dapat dilakukan:
  • Eliminasi : merupakan upaya menghilangkan bahaya dari sumbernya serta menghentikan semua kegiatan pekerja di daerah yang berpotensi bahaya.
  • Substitusi : Modifikasi proses untuk mengurangi penyebaran debu atau asap, dan mengurangi bahaya, Pengendalian bahaya kesehatan kerja dengan mengubah beberapa peralatan proses untuk mengurangi bahaya, mengubah kondisi fisik bahan baku yang diterima untuk diproses lebih lanjut agar dapat menghilangkan potensi bahayanya.
  • Isolasi : Menghapus sumber paparan bahaya dari lingkungan pekerja dengan menempatkannya di tempat lain atau menjauhkan lokasi kerja yang berbahaya dari pekerja lainnya, dan sentralisasi kontrol kamar,
  • Engineering control : Pengendalian bahaya dengan melakukan modifikasi pada faktor lingkungan kerja selain pekerja
  • Menghilangkan semua bahaya-bahaya yang ditimbulkan.,
  • Mengurangi sumber bahaya dengan mengganti dengan bahan yang kurang berbahaya,
  • Proses kerja ditempatkan terpisah,
  • Menempatan ventilasi local/umum.
  • Administrasi control: Pengendalian bahaya dengan melakukan modifikasi pada interaksi pekerja dengan lingkungan kerja
  • Pengaturan schedule kerja atau meminimalkan kontak pekerja dengan sumber bahaya
  • Alat Pelindung Diri (APD), Ini merupakan langkah terakhir dari hirarki pengendalian. Jenis-jenis alat pelindung diri Alat pelindung diri diklasifikasikan berdasarkan target organ tubuh yang berpotensi terkena resiko dari bahaya.


D.  Tujuan dari hygiene perusahaan 
  • Meningkatkan derajat kesehatan karyawan setinggi-tingginya melalui pencegahan dan penanggulangan penyakit dan kecelakaan akibat kerja serta pemeliharaan dan peningkatan kesehatan dan gizi karyawan.
  • Meningkatkan produktivitas karyawan dengan memberantas kelelahan kerja,meningkatkan kegairahan kerja dan memberikan perlindungan kepada karyawan dan masyarakat sekitarnya thd.bahaya-bahaya yang mungkin ditimbulkan oleh perusahaan.


E.  Potensi Bahaya Pada Factor Fisika dan Kimia yang Terjadi dalam Hygiene Perusahaan

    Faktor lingkungan kerja yang dapat menimbulkan bahaya di tempat kerja (occupational health hazards) adalah bahaya faktor fisika, bahaya faktor kimia.

1. Bahaya Fisik :

Bahaya faktor fisika meliputi : kebisingan, pencahayaan, iklim kerja/tekanan panas, getaran, radiasi dsb
  • Kebisingan
    Kebisingan mempengaruhi kesehatan antara lain dapat menyebabkan kerusakan pada indera pendengaran sampai kepada ketulian. Dari hasil penelitian diperoleh bukti bahwa in tensitas bunyi yang dikategorikan bising dan yang mempengaruhi kesehatan (pendengaran) adalah diatas 60 dB. Oleh sebab itu para karyawan yang bekerja di pabrik dengan intensitas bunyi mesin diatas 60 dB maka harus dilengkapi dengan alat pelindung (penyumbat) telinga guna mencegah gangguan pendengaran. Disamping itu kebisingan juga dapat mengganggu komunikasi.Sumber Suara Skala intensitas(dB) :
  Halilintar 120 Kantor gaduh 70,ü
  Meriam 110 Radio 60ü
  Mesin uap 100 Kantor pd umumnya 40ü
  Jalan yg ramai 90 Rumah tenang 30ü
  Pluit 80 Tetesan air 10ü
  • Penerangan atau pencahayaan
    Penerangan yang kurang di lingkungan kerja bukan saja akan menambah beban kerja karena mengganggu pelaksanaan pekerjaan tetapi juga menimbulkan kesan kotor. Oleh karena itu penerangan dalam lingkungan kerja harus cukup untuk menimbulkan kesan yang  higienis. Disamping itu cahaya yang cukup akan memungkinkan pekerja dapat melihat objek yang dikerjakan dengan jelas dan menghindarkan dari kesalahan kerja. Akibat dari kurangnya penerangan di lingkungan kerja akan menyebabkan kelelahan fisik dan mental bagi para karyawan atau pekerjanya. Gejala kelelahan fisik dan mental ini antara lain sakit kepala (pusing-pusing), menurunnya kemampuan intelektual, menurunnya konsentrasi dan kecepatan berpikir. Disamping itu kurangnya penerangan memaksa pekerja untuk mendekatkan matanya ke objek guna memperbesar ukuran benda.
Untuk mengurangi kelelahan akibat dari penerangan yang tidak cukup dikaitkan dengan objek dan umur pekerja ini dapat dilakukan hal-hal sebagai berikut :
  • Perbaikan kontras dimana warna objek yang dikerjakan kontras dengan latar belakang objek tersebut. Misalnya cat tembok di sekeliling tempat kerja harus berwarna kontras dengan warna objek yang dikerjakan.
  • Meningkatkan penerangan, sebaiknya 2 kali dari penerangan diluar tempat kerja.

Disamping itu di bagian-bagian tempat kerja perlu ditambah dengan dengan lampu-lampu tersendiri.

Pengaturan tenaga kerja dalam shift sesuai dengan umur masing-masing tenagakerja. Misalnya tenaga kerja yang sudah berumur diatas 50 tahun tidak diberikan tugas di malam hari.
  • Getaran
Getaran mempunyai parameter yang hampir sama dengan bising seperti: frekuensi, amplitudo, lama pajanan dan apakah sifat getaran terus menerus atau intermitten.Metode kerja dan ketrampilan memegang peranan penting dalam memberikan efek yang berbahaya. Pekerjaan manual menggunakan “powered tool” berasosiasi dengan gejala gangguan peredaran darah yang dikenal sebagai ” Raynaud’s phenomenon ” atau ” vibration-induced white fingers”(VWF).

Peralatan yang menimbulkan getaran juga dapat memberi efek negatif pada sistem saraf dan sistem musculo-skeletal dengan mengurangi kekuatan cengkram dan sakit tulang belakang.

2.      Bahaya Kimia

Bahaya faktor kimia meliputi korosi,debu Pb, NOx, NH3, CO, dsb.
  • Korosi

Bahan kimia yang bersifat korosif menyebabkan kerusakan pada permukaan tempat dimana terjadi kontak. Kulit, mata dan sistem pencernaan adalah bagain tubuh yang paling umum terkena. Contoh : konsentrat asam dan basa , fosfor.
  • Iritasi

Iritasi menyebabkan peradangan pada permukaan di tempat kontak. Iritasi kulit bisa menyebabkan reaksi seperti eksim atau dermatitis. Iritasi pada alat-alat pernapasan yang hebat dapat menyebabkan sesak napas, peradangan dan oedema (bengkak)
Contoh: 
Kulit ( asam, basa,pelarut, minyak), Pernapasan : aldehydes, alkaline dusts, amonia, nitrogen dioxide, phosgene, chlorine ,bromine, ozone.
  • Racun Sistemik

Racun sistemik adalah agen-agen yang menyebabkan luka pada organ atau sistem tubuh. Contoh :
Otak : pelarut, lead,mercury, manganese
Sistem syaraf peripheral : n-hexane,lead,arsenic,carbon disulphide
Sistem pembentukan darah : benzene,ethylene glycol ethers
Ginjal : cadmium,lead,mercury,chlorinated hydrocarbons
Paru-paru : silica,asbestos, debu batubara ( pneumoconiosis )








BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Higiene industri didefinisikan sebagai ilmu dan seni dalam melakukan antisipasi, rekognisi, evaluasi, dan pengendalian terhadap faktor-faktor lingkungan atau stresses, yang timbul di atau dari tempat kerja, yang bisa menyebabkan sakit, gangguan kesehatan dan kesejahteraan atau ketidaknyamanan yang berarti bagi pekerja maupun warga masyarakat. Higene industri dapat dikatakan sebagai juru bicara antara profesi keselamatan dan kedokteran.Adapu ruang lingkup hygiene industry terdiri dari antisipasi, rekognisi, evaluasi dan pengontrolan.Potensi bahaya yang terdapat di lingkungan industry yaitu bahaya fisik, bahaya kimia, factor biologi, ergonomic dan factor psikologi.

B. Saran

Agar pekerja bisa nyaman dan produktif perlu upaya untuk meminimalkan bahaya di tempat kerja(factor fisika dan factor kimia). Upaya untuk melakukan pengendalian bahaya tersebut meliputi: eliminasi, substitusi,isolasi dan rekayasa enginering, upaya administrasi dan menggunakan Alat Pelindung Diri (APD)



DAFTAR PUSTAKA

https://consisteria.blogspot.co.id/2015/07/higiene-perusahaan.html

https://dyahpithaloka.wordpress.com/2010/11/22/higiene-industri/

http://kesmasy.wordpress.com/2010/02/03/hiperkes-higiene-perusahaan-ergonomi-dan-kesehatan/

http://percikcahaya.blogspot.com/2011/01/higiene-perusahaan-dan-kesehatan-kerja_19.html

1 komentar: