Kamis, 22 Januari 2015

Retensio Plasenta dan Inversio Urite



Puji syukur selalu Kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga makalah ini dapat terselesaikan. Sholawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW. Serta kepada para sahabatnya dan kepada seluruh umatnya.
Dalam pembuatan makalah  ini penulis telah banyak menerima bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu kami menghaturkan banyak terima kasih kepada dosen mata kuliah serta semua pihak yang terlibat dalam pembuatan makalah ini.
Kami menyadari bahwa laporan ini belum sempurna, untuk itu saran dan kritik dari semua pihak yang sangat saya harapkan agar menjadi bekal pengetahuan untuk membuat makalah yang lebih baik dimasa yang akan datang, amiin.




                                                                                   






BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
1.      Retensio Plasenta
 Perdarahan pascapersalinan adalah sebab penting kematian ibu; ¼ kematian ibu yang disebabkan oleh perdarahan (perdarahan pascapersalinan, placenta previa, solutio plasenta, kehamilan ektopik, abortus, dan ruptura uteri) disebabkan oleh perdarahan pascapersalinan. Selain itu, pada keadaan dimana perdarahan pascapersalinan tidak mengakibatkan kematian, kejadian ini sangat mempengaruhi morbiditas nifas karena anemia dapat menurunkan daya tahan tubuh. Perdarahan pascapersalinan lebih sering terjadi pada ibu-ibu di Indonesia dibandingkan dengan ibu-ibu di luar negeri.
Perdarahan setelah melahirkan atau post partum hemorrhagic (PPH) adalah konsekuensi perdarahan berlebihan dari tempat implantasi plasenta, trauma di traktus genitalia dan struktur sekitarnya, atau keduanya.—Diperkirakan ada 14 juta kasus perdarahan dalam kehamilan setiap tahunnya paling sedikit 128.000 wanita mengalami perdarahan sampai meninggal. Sebagian besar kematian tersebut terjadi dalam waktu 4 jam setelah melahirkan. 
2Inversio Uteri
      Inversio Uteri merupakan kejadian yang sangat jarang terjadi yaitu berkisar antara 1 : 2000 s/d 20.000 kehamilan namun dengan cepat dapat menyebabkan mortalitas maternal.Ini adalah merupakan komplikasi kala III persalinan yang sangat ekstrem Inversio Uteri terjadi dalam beberapa tingkatan, mulai dari bentuk ekstrem berupa terbaliknya terus sehingga bagian dalam fundus uteri keluar melalui servik dan berada diluar seluruhnya. Seorang wanita hamil yang sehat dapat kehilangan darah sebanyak 10% dari volume total tanpa mengalami gejala-gejala klinik. Gejala-gejala baru tampak pada kehilangan darah 20%. Jika perdarahan berlangsung terus, dapat timbul syok. Diagnosis perdarahan pascapersalinan dipermudah apabila pada tiap-tiap persalinan setelah anak lahir secara rutin diukur pengeluaran darah dalam kala III dan satu jam sesudahnya. Apabila terjadi perdarahan pascapersalinan dan plasenta belum lahir, perlu diusahakan untuk melahirkan plasenta segera.

B.     Rumusan Masalah
1.      Definisi retensio plasenta
2.      Ekologi atau penyebab retensio plasenta
3.      Tanda dan gejala retensioplasenta
4.      Akibat gejala resentio plasenta
5.      Penanganan dan cara manual plasenta
6.      Definisi inversion uteri
7.      Etiologi inversion uteri
8.      Tanda gejala inversion uteri
9.      Komplikasi inversion uteri
10.  Patofisiologi inversion uteri
11.  Penatalaksanaan inversion uteri

C.     Tujuan
1.      Tujuan Umum
Diharapkan Mahasiswa dapat mengetahui tentang Retensio Plasenta dan inversion uteri serta penanganannya.
2.      Tujuan khusus
a.       Mampu memahami yang dimaksud dengan manual plasenta dan inversio uteri
b.      Mengetahui indikasi manual plasenta dan inversio uteri
c.       Mengetahui langkah-langkah manual plasenta dan inversio uteri


BAB II
PENJELASAN

A.    DEFINISI RETENSIO PLASENTA
Retensio plasenta adalah apabila plasenta belum lahir setangah jam setelah janin lahir(Winkjosastro, 2010 ).
Retensio plasenta adalah belum lepasnya plasenta dengan melebihi waktu setengah jam. Keadaan ini dapat diikuti perdarahan yang banyak, artinya hanya sebagian plasenta yang telah lepas sehingga memerlukan tindakan plasenta manual dengan segera. Bila retensio plasenta tidak diikuti perdarahan maka perlu diperhatikan ada kemungkinan terjadi plasenta adhesive, plasenta akreta, plasenta inkreta, plasenta perkreta. (Manuaba (2006:176).
Retensio plasenta (Placental Retention) merupakan plasenta yang belum lahir dalam setengah jam setelah janin lahir. Sedangkan sisa plasenta (rest placenta) merupakan tertinggalnya bagian plasenta dalam rongga rahim yang dapat menimbulkan perdarahan postpartum dini (Early Postpartum Hemorrhage) atau perdarahan post partum lambat (Late Postpartum Hemorrhage) yang biasanya terjadi dalam 6-10 hari pasca persalinan.
Perdarahan hanya terjadi pada plasenta yang sebagian atau seluruhnya telah lepas dari dinding rahim. Banyak atau sedikitnya perdarahan tergantung luasnya bagian plasenta yang telah lepas dan dapat timbul perdarahan. Melalui periksa dalam atau tarikan pada tali pusat dapat diketahui apakah plasenta sudah lepas atau belum dan bila lebih dari 30 menit maka kita dapat melakukan plasenta manual.
Berdasarkan  beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa retensio plasenta ialah plasenta yang belum lahir dalam setengah jam setelah janin lahir, keadaan ini dapat diikuti perdarahan yang banyak, artinya hanya sebagian plasenta yang telah lepas sehingga memerlukan tindakan plasenta manual dengan segera.

B.       ETIOLOGI ATAU PENYEBAB RETENSIO PLASENTA
Menurut Wiknjosastro (2007) sebab retensio plasenta dibagi menjadi 2 golongan ialah sebab fungsional dan sebab patologi anatomik.
1.    Sebab fungsional 
 a)    His yang kurang kuat (sebab utama)
 b)   Tempat melekatnya yang kurang menguntungkan (contoh : di sudut tuba)
 c)    Ukuran plasenta terlalu kecil
 d)    Lingkaran kontriksi pada bagian bawah perut 
2.  Sebab patologi anatomik (perlekatan plasenta yang abnormal)
Plasenta belum terlepas dari dinding rahim karena melekat dan tumbuh lebih dalam. Menurut tingkat perlekatannya :
a.   Plasenta adhesiva : plasenta yang melekat pada desidua endometrium lebih dalam.
b. Plasenta inkreta : vili khorialis tumbuh lebih dalam dan menembus desidua endometrium sampai ke miometrium.
c.   Plasenta akreta : vili khorialis tumbuh menembus miometrium sampai ke serosa.
d.  Plasenta perkreta : vili khorialis tumbuh menembus serosa atau peritoneum dinding rahim.

C.     JENIS-JENIS RETENSIO PLASENTA     
a) Plasenta Adhesive : Implantasi yang kuat dari jonjot korion plasenta sehingga menyebabkan kegagalan mekanisme separasi fisiologis
b) Plasenta Akreta : Implantasi jonjot korion plasenta hingga memasuki sebagian lapisan    miometrium.
c) Plasenta Inkreta : Implantasi jonjot korion plasenta yang menembus lapisan otot hingga mencapai lapisan serosa dinding uterus.
d) Plasenta Prekreta : Implantasi jonjot korion plasenta yang menembus lapisan serosa dinding uterus hingga ke peritonium
e) Plasenta Inkarserata : Tertahannya plasenta di dalam kavum uteri disebabkan oleh konstriksi ostium uteri. (Sarwono, Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, 2002:178).

D.     TANDA DAN GEJALA RESENTIO PLASENTA
Gejala
Akreta parsial
Inkarserata
Akreta
Konsistensi uterus
Kenyal
Keras
Cukup
Tinggi fundus
Sepusat
2 jari bawah pusat
Sepusat
Bentuk uterus
Discoid
Agak globuler
Discoid
Perdarahan
Sedang – banyak
Sedang
Sedikit / tidak ada
Tali pusat
Terjulur sebagian
Terjulur
Tidak terjulur
Ostium uteri
Terbuka
Konstriksi
Terbuka
Pelepasan plasenta
Lepas sebagian
Sudah lepas
Melekat seluruhnya
Syok
Sering
Jarang
Jarang sekali, kecuali akibat inversion oleh tarikan kuat pada tali pusat


E.      AKIBAT RESENTIO PLASENTA
     Dapat menimbulkan bahaya perdarahan, infeksi karena sebagai benda mati, dapat terjadi
placenta inkarserata, dapat terjadi polip placenta dan terjadi degenarasi ganas korio karsinoma.



F.       PENANGANAN DAN TERAPI RETENSIO PLASENTA
Untuk memperkecil komplikasi dapat dilakukan tindakan profilaksis dengan :
a. Memberikan uterotonika IV atau IM
b. Memasang tamponade uterovaginal
c. Memberikan antibiotic
d. Memasang infuse dan persiapan transfuse darah
        Placenta manual merupakan tindakan operasi kebidanan untuk melahirkan retensio placenta yang dilakukan secra manual ( menggunakan tangan ) dari tempat implantasinya dan kemudian melahirkannya keluar dari kavum uteri.
*      Penanganan dengan Cara Manual Plasenta: 
a)     Pemasangan cairan infuse → Tujuannya untuk menambah cairan / tenaga ibu
b)    Menjelaskan kepada ibu tentang prosedur dan tujuan tindakan
c)    Siapkan alat
d)    Cuci tangan
e)     Mengosongkan kandung kemih → Jika ibu tidak mampu berkemih sendiri, lakukan          pemasangan kateter
f)    Jepit tali pusat dengan klem pada jarak 5-10 Cm dari vulva, tegangkan dengan 1  tangan sejajar dengan lantai
g)   Masukkan tangan ke dalam kavum uteri secar obstetric dengan menelusuri sisi bawah tali pusat
h)    Satelah mencapai bukaan serviks, minta asisten untuk menegangkan klem tali pusat    kemudian pindahkan tangan luar untuk menahan fundus
i)     Sambil menahan fundus, masukkan tangan hingga ke kavum uteri sampai mencapai tempat implantasi placenta
j)    Bentangkan tangan obstetric menjadi datar seperti member salam
k)   Tentukan implantasi placenta, temukan tepi placenta paling bawah
*        Bila placenta berimplantasi di korpus belakang, tali pusat tetap di sebelah atas dan sisipkan  ujung jari diantara placenta dan dinding uterus dimana punggung tangan menghadap ke bawa
*        Bila di korpus depan maka pindahkan tangan ke sebelah atas tali pusat dan sisipkan   ujung jari tangan diantara placenta dan dinding uterus dimana punggung tangan menghadap ke atas
 l)     Setelah ujung jari masuk diantara placenta dan dinding uterus maka perluas
*        Pelepasan placenta dengan jalan menggeser tangan ke kanan dan kiri sambil digeserkan keatas hingga semua pelekatan placenta terlepas dari dinding uterus.
m)   Sementara 1 tangan masih di dalam kavum uteri, lakuakn eksplorasi untuk menilai tidak ada sisa placenta yang tertinggal
n)    Pindahkan tangan luar dari fundus ke supra symfisis kemudian minta asisten untk menarik tali pusat sambil tangan dalam membawa placenta keluar
o)    Lakukan penekanan uterus, kea rah dorso cranial setelah placenta di lahirkan dan tempatkan placenta di dalam wadah yang disediakan
p)    Periksa kembali tanda vital ibu
q)    Beri tahu ibu dan keluarga bahwa tindakan telah selesai tetapi ibu masih memerlukan pemantauan dan asuhan lanjutan
r)     Lakukan pemantauan ibu hingga 2 jam pasca tindakan
s)     Segera setelah placenta lahir, lakukan masase fundus uteri
t)      Jika uterus tidak berkontraksi dalam waktu 15 detik, lakukan KBI, KBE, KBA

G.    DEFINISI INVERSIO UTERI
Inversio Uteri merupakan kejadian yang sangat jarang terjadi yaitu berkisar antara 1 : 2000 s/d 20.000 kehamilan namun dengan cepat dapat menyebabkan mortalitas maternal.Ini adalah merupakan komplikasi kala III persalinan yang sangat ekstrem
Inversio Uteri terjadi dalam beberapa tingkatan, mulai dari bentuk ekstrem berupa terbaliknya terus sehingga bagian dalam fundus uteri keluar melalui servik dan berada diluar seluruhnya ( gambar 1 a dibawah ).
Gambar 1. Reposisi Inversio Uteri.
( a ) Inversio uteri total ( b ) Reposisi uterus melalui servik. ( c ) Restitusi uterus

           Oleh karena servik mendapatkan pasokan darah yang sangat banyak maka inversio  uteri yang total dapat menyebabkan renjatan vasovagal dan memicu terjadinyaperdarahan pasca persalinan yang masif akibat atonia uteri yang menyertainya.
Inversio uteri adalah bagian atas uterus memasuki cavum uteri, sehingga fundus Uteri sebelah dalam menonjol ke dadam cavum uteri.
Pada inversio uteri menahun, yang di temukan beberapa lama setelah persalinan, sebaiknya di tunggu berakhirnya involusi kemudian di lakukan pembedahan pervaginam. Inversio uteri jarang terjadi, tetapi jika terjadi, dapat menimbulkan syok yang berat.
Menurut dr. Ida Bagus GdeManuaba, SpOG) Inversio uteri merupakan keadaan dimana fundus uteri masuk ke dalam kavum uteri, dapat secara mendadak atau perlahan. Kejadian ini biasanya disebabkan pada saat melakukan persalinan plasenta secara Crede, dengan otot rahim belum berkontraksi dengan baik. Inversio uteri memberikan rasa sakit yang dapat menimbulkan keadaan syok.
Adapun pembagian-pembagian inversion uteri sebagai berikut :
a.      Pembagian inversio uteri :
1.          Inversio uteri ringan/ inversio uteri inkomplit : fundus uteri terbalik  menonjol ke dalam kavum    uteri namun belum keluar dari ostium uteri
2.          Inversio uteri sedang /inversio uteri inkomplit :: terbalik dan sudah masuk ke dalam vagina.
.             Inversio uteri berat/ inversio prolaps : uterus dan vagina semuanya terbalik dan sebagian  sudah keluar vagina.
b.      Klasifikasi prolaplus uteri
-Tingkat I : Uterus turun dengan serviks paling rendah dalam introitus vagina
-Tingkat II: uterus sebagian besar keluar dari vagina
-Tingkat III : Uterus keluar seluruhnya dari vagina yang disertai dengan inversio vagina ( prosidensia uteri).
                 
H.    ETIOLOGI INVERSIO URITE
a)      Penyebab inversion uteri yaitu :
*      Spontan : grande multipara, atoni uteri, kelemahan alat kandungan, tekanan indra abdominal yang tinggi (mengejan dan batuk).
*      Tindakan : cara Crade yang berlebihan, tarikan tali pusat, manual plasenta yang dipaksakan, perlekatan plasenta pada dinding rahim.
b)      Faktor yang mempermudah terjadinya inversion uteri
*           Tunus otot rahim yang lemah
*           Tekanan atau tarikan pada fundus (tekanan intra abdominal, tekanan dengan tangan, tarikan pada tali pusat)
*           Canalis servikalis yang longgar.
*           Patulous kanalis servikalis.Frekuensi inversio uteri : angka kejadian 1: 20.000 persalinan.
.       Akibat traksi talipusat dengan plasenta yang berimplantasi dibagian fundus uteri dan dilakukan dengan tenaga berlebihan dan diluar kontraksi uterus akan menyebabkan inversio uteri.

I.       TANDA GEJALA INVERSIO UTERI
1)        Gejala klinis inversion uteri
*      Dijumpai pada kala III atau post partum dengan gejala nyeri yang hebat, perdarahan yang banyak sampai syok apalagi bila plasena masih melekat dan sebagaian sudah ada yang terlepas dan dapat terjadi strangulasi dan nekrosis.
*      Pemeriksaan dalam : ± Bila masih inkomplit maka pada daerahsimfisis uterus teraba fundus utericekung ke dalam. ± Bila komplit, di atas simfisis uterusteraba kosong dan dalam vagina terabatumor lunak. ± Kavum uteri sudah tidak ada (terbalik).
2)        Tanda dan gejala inversion uteri yang selalu ada
*   Uterus terlihat
*   Uterus bisa terlihat sebagai tonjolan mengilat, merah lembayung di vagina
*   Plasenta mungkin masih melekat (tampak tali pusat)
*   Perdarahan
3)        Tanda paling sering inverse uteri adalah perdarahan, tetapi cepatnya ibu mengalami kolaps dengan jumlah kehilangan darahnya,
*   Syok berat
*   Nyeri
*   Nyeri abdomen bawah berat, disebabkan oleh penarikan pada ovarium dan peritoneum serta bias disertai rasa ingin defekasi.
*   Lumen vagina terisi massa.
4)        Tanda dan gejala yang kadang-kadang
*   Syok neirogenik
*   Pucat dan limbung
5)        Gejala klinis prolapsus uteri
Sangat individual dan berbeda-beda, kadang-kadang prolapsus uterinya cukup berat tapi keluhannya (-) dan sebaliknya. Prolapsus uteri dapat mendadak seperti nyeri,
Muntah, kolps (jarang), keluhan-keluhannya :
*      Terasa ada yang menjanggal/menonjol digenitalia ekstema (vagina atau perasaan berat pada perut bagian bawah.
*      Riwayat nyeri dipinggang dan panggul yang berkurang atau hilang dengan berbaring.
*      Timbulnya gejala-gejala dari : Sitokel : Pipis sedikit-sedikit dan sering, tak puas dan stress inkontinensia (tak dapat menahan BAK) karena dinding belakang uretra tertarik, sehingga fungsi sfincter terganggu. Rektokel : terjadi gangguan defikasi seperti obstipasi, karena faeces berkumpul di rongga rektokel. Koitus terganggu, juga berjalan dan bekerja. Leukorea, karena bendungan/kongesti daerah serviks. Luka lecet pada portio karena geseran celana dalam. Enterokel, menyebabkan rasa berat dan penuh pada daerah panggul. Servisitis dapat menyebabkan infertility. Menoragia karena bendungan.

J.       KOMPLIKASI INVERSIO UTERI
a.       Keratinisasi mukosa vagina dan portio uteri
b.      Dekubitis
c.       Hipertropi serviks uteri dan elongasiona
d.      Gangguan miksi dan strees inkontenensia
e.       Infeksi saluran kencing
f.       Infertilitas
g.      Gangguan partus
h.      Inkarserasi usus hemoroid



K.    PATOFISIOLOGI INVERSIO UTERI
Uterus dikatakan mengalami inversi jika bagian dalam menjadi di luar saat melahirkan plasenta. Reposisi sebaiknya segera dilakukan. Dengan berjalannya waktu, lingkaran konstriksi sekitar uterus yang terinversi akan mengecil danuterus akan terisi darah.
Dengan adanya persalinan yang sulit, menyebabkan kelemahan pada ligamentum-ligamentum, fasia endopelvik, otot-otot dan fasia dasar panggul karena peningkatan tekanan intra abdominal dan faktor usia. Karena serviks terletak diluar vagina akan menggeser celana dalam dan menjadi ulkus dekubiltus (borok). Dapat menjadi SISTOKEL karena kendornya fasia dinding depan vagina (mis : trauma obstetrik) sehingga kandung kemih terdorong ke belakang dan dinding depan vagian terdorong ke belakang. Dapat terjadi URETROKEL, karena uretra ikut dalam penurunan tersebut. Dapat terjadi REKTOKEL, karena kelemahan fasia di dinding belakang vagina, ok trauma obstetri atau lainnya, sehingga rektum turun ke depan dan menyebabkan dinding vagina atas belakang menonjol ke depan. Dapat terjadi ENTEROKEL, karena suatu hemia dari kavum dauglasi yang isinya usus halus atau sigmoid dan dinding vagina atas belakang menonjol ke depan. Sistokel, uretrokel, rektokel, enterokel dan kolpokel disebut prolaps vagina.
Prolaps uteri sering diikuti prolaps vagina, tetapi prolaps vagina dapat berdiri sendiri.
Inversio uteri adalah keadaan dimana fundus uteri terbalik sebagian atau seluruhnya masukIni adalah merupakan komplikasi kala III persalinan yang sangat ekstrem. Inversio Uteri terjadi dalam beberapa tingkatan, mulai dari bentuk ekstrem berupa terbaliknya terus sehingga bagian dalam fundus uteri keluar melalui servik dan berada diluar seluruhnya ke dalam kavum uteri. Oleh karena servik mendapatkan pasokan darah yang sangat banyak maka inversio uteri yang total dapat menyebabkan renjatan vasovagal dan memicu terjadinya perdarahan pasca persalinan yang masif akibat atonia uteri yang menyertainya Inversio Uteri dapat terjadi pada kasus pertolongan persalinan kala III aktif . khususnya bila dilakukan tarikan talipusat terkendali pada saat masih belum ada kontraksi uterus dan keadaan ini termasuk klasifikasi tindakan iatrogenic.

L.     PENATALAKSANAAN INVERSIO UTERI
Dalam memimpin persalinan harus dijaga kemungkinan timbulnya inversio uteri. Tarikan pada tali pusat sebelum plasenta benar-benar lepas, jangan dilakukan dan apabila melakukan prasat Crede harus diperhatikan syarat-syaratnya. Apabila terdapat inversion uteri dengan gejala-gejala syok, maka harus diatasi lebih dulu dengan infuse i.v cairan.
90% kasus inversio uteri disertai dengan perdarahan yang masif dan “life-threatening”.
·            Untuk memperkecil kemungkinan terjadinya renjatan vasovagal dan perdarahan maka harus segera dilakukan tindakan reposisi secepat mungkin.
·            Segera lakukan tindakan resusitasi
·            Bila plasenta masih melekat , jangan dilepas oleh karena tindakan ini akan memicu perdarahan hebat.

M.   PENANGANAN
1.         Pencegahan : hati-hati dalam memimpin persalinan: jangan terlalu mendorong rahim berulang-ulang dan hati-hatilah dalam menarik tali pusat serta pengeluaran plasenta dengan tangan.
2.         Bila telah terjadi maka lakukan terapi :
v Bila ada perdarahan atau syok, berikan infuse dan transfuse darah serta perbaikan perbaikan umum.
v Setelah itu segera dilakukan reposisi,
v bila tidak berhasil maka dilakukan tidakan oferatif secara perabdominan atau pervaginam,
v di luar rumah sakit dapat dibantu dengan melakuka reposisi ringan.
BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Perdarahan hanya terjadi pada plasenta yang sebagian atau seluruhnya telah lepas dari dinding rahim. Banyak atau sedikitnya perdarahan tergantung luasnya bagian plasenta yang telah lepas dan dapat timbul perdarahan. Melalui periksa dalam atau tarikan pada tali pusat dapat diketahui apakah plasenta sudah lepas atau belum dan bila lebih dari 30 menit maka kita dapat melakukan plasenta manual.Berdasarkan  beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa retensio plasenta ialah plasenta yang belum lahir dalam setengah jam setelah janin lahir, keadaan ini dapat diikuti perdarahan yang banyak, artinya hanya sebagian plasenta yang telah lepas sehingga memerlukan tindakan plasenta manual dengan segera. Sedangkan Pada inversio uteri menahun, yang di temukan beberapa lama setelah persalinan, sebaiknya di tunggu berakhirnya involusi kemudian dilakukan pembedahan pervagina. Menurut dr. Ida Bagus GdeManuaba, SpOG) Inversio uteri merupakan keadaan dimana fundus uteri masuk ke dalam kavum uteri, dapat secara mendadak atau perlahan. Kejadian ini biasanya disebabkan pada saat melakukan persalinan plasenta secara Crede, dengan otot rahim belum berkontraksi dengan baik. Inversio uteri memberikan rasa sakit yang dapat menimbulkan keadaan syok.
B.     Saran
Semoga dengan adanya makalah ini, dapat menjadi sumber referensi kepada kita semua khususnya dalam memberikan asuhan kebidanan yang tepat.



DAFTAR PUSTAKA
Manuaba, G. 1998. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana Untuk Pendidikan Bidan. Jakarta : EGC.
Wiknjosastro, Hanifa. 2007. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Prawirohardjo, S. 2000. Ilmu Bedah Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.


 

 

 

 

 

 



0 komentar:

Posting Komentar