BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Pencemaran laut adalah
perubahan pada lingkungan laut yang terjadi akibat dimasukkannya oleh manusia
secara langsung ataupun tidak langsung bahan-bahan atau energi ke dalam
lingkungan laut (termasuk muara sungai) yang menghasilkan akibat yang demikian
buruknya sehingga merupakan kerugian terhadap kekayaan hayati, bahaya terhadap
kesehatan manusia, gangguan terhadap kegiatan di laut termasuk perikanan dan
lain-lain, penggunaan laut yang wajar, pemburukan dari pada kwalitas air laut
dan menurunnya tempat-tempat pemukiman dan rekreasi.
Pencemaran minyak di laut biasanya
disebabkan dua hal, yang pertama dikarenakan unsur ketidaksengajaan orang-orang
yang berada dalam kapal seperti tank yang bocor akibat gesekan benda dalam laut
(terumbu karang atau besi kapal yang dulu pernah tenggelam di laut tersebut)
sehingga menyebabkan kerusakan pada badan kapal atau tanki minyak dan yang
kedua mereka memang sengaja membuang minyak bekas limbah alat-alat pabrik yang
memang dapat menyebabkan polusi lingkungan dan akhirnya merugikan pihak yang
wilayahlautnya dijadikan tempat pembuangan minyak tersebut.
Pencemaran lingkungan
laut yang disebabkan oleh tumpahan minyak kapal bukan hal baru di dunia,
sebelumnya sudah banyak pencemaran yang terjadi dalam wilayah laut, seperti
pada tahun 1967 peristiwa kandasnya kapal Torrey Canyon didekat pantai Inggris
yang menumpahkan lebih dari 100.000 ton minyak mentah dan yang merupakan
pengotoran laut terbesar didalam sejarah. Sejak peristiwa Torrey Canyon
tersebut terjadi berbagai kecelakaan supertankers lainnya yang menimbulkan
pencemaran (polusi) telah terjadi diberbagai perairan dunia.
Polusi dari tumpahan
minyak di laut merupakan sumber pencemaran laut yang selalu menjadi fokus
perhatian dari masyarakat luas, karena akibatnya akan sangat cepat dirasakan
oleh masyarakat sekitar pantai ataupun laut dan sangat signifikan merusak
makhluk hidup disekitar pantai dan laut tersebut.
B.
RUMUSAN
MASALAH
Permasalahan yang dirumuskan dan dibahas dalam makalah ini
adalah :
1. Permasalahan apa saja yang timbul
akibat tumpahan minyak di laut?
2. Apa saja penyebab tumpahan minyak di
laut?
3. Bagaimana cara menanggulangi
permasalahan tumpahan minyak di laut?
C.
TUJUAN
Tujuan makalah ini adalah :
1. Mengetahui permasalahan apa saja
yang terjadi apabila tumpahnya minyak di laut.
2. Mengetahui cara menangani
permasalahan yang terjadi di padaekosistem mangrove dan biota di laut apabila
terjadi tumpahan minyak di laut.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
DEFINISI
PENCEMARAN LAUT
Pencemaran laut didefinisikan
sebagai peristiwa masuknya partikel kimia, limbah industri, pertanian dan
perumahan, kebisingan, atau penyebaran organisme invasif (asing) ke dalam laut,
yang berpotensi memberi efek berbahaya. Dalam sebuah kasus pencemaran, banyak
bahan kimia yang berbahaya berbentuk partikel kecil yang kemudian diambil oleh
plankton dan binatang dasar, yang sebagian besar adalah pengurai ataupun filter
feeder(menyaring air). Dengan cara ini, racun yang terkonsentrasi dalam laut
masuk ke dalam rantai makanan, semakin panjang rantai yang terkontaminasi,
kemungkinan semakin besar pula kadar racun yang tersimpan. Pada banyak kasus
lainnya, banyak dari partikel kimiawi ini bereaksi dengan oksigen, menyebabkan
perairan menjadi anoxic.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah
No.19/1999, pencemaran laut diartikan dengan masuknya atau dimasukkannya
makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan laut
oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnyaturun sampai ke tingkat tertentu yang
menyebabkan lingkungan laut tidak sesuai lagi dengan baku mutu dan/atau
fungsinya (Pramudianto, 1999). Sedangkan Konvensi Hukum Laut III (United
Nations Convention on the Law of the Sea = UNCLOS III) memberikan pengertian
bahwa pencemaran laut adalah perubahan dalam lingkungan laut termasuk muara
sungai (estuaries) yang menimbulkan akibat yang buruk sehingga dapat merugikan
terhadap sumber daya laut hayati (marine living resources), bahaya terhadap
kesehatan manusia, gangguan terhadap kegiatan di laut termasuk perikanan dan
penggunaan laut secara wajar, memerosotkan kualitas air laut dan menurunkan
mutu kegunaan dan manfaatnya (Siahaan, 1989a).
Pencemaran laut (perairan pesisir) didefinisikan sebagai
“dampak negatif” (pengaruh yang membahayakan) terhadap kehidupan biota,
sumberdaya dan kenyamanan (amenities) ekosoistem laut serta kesehatan manusia
dan nilai guna lainnya dari ekosistem laut yang disebabkan secara langsung
maupun tidak langsung oleh pembuangan bahan-bahan atau limbah (termasuk energi)
ke dalam laut yang berasal dari kegiatan manusia (GESAMP,1986).
Menurut Soegiarto (1978), pencemaran
laut adalah perubahan laut yang tidak menguntungkan (merugikan) yang
diakibatkan oleh benda-benda asing sebagai akibat perbuatan manusia berupa
sisa-sisa industri, sampah kota, minyak bumi, sisa-sisa biosida, air panas dan
sebagainya. Terdapat banyak tipe pencemaran yang sangat penting sehubungan
dengan lingkungan kelautan, beberapa diantaranya adalah:
1.
Perubahan
kuala, teluk, telaga, pantai serta habitat-habitat pantai karena pencemaran
darat, pengerukan, pengurugan, dan pembangunan.
2.
Penyebaran
pestisida dan bahan-bahan kimia lain yang tahan lama
3.
Pencemaran
oleh minyak
4.
Penularan-penularan
bahan-bahan radioaktif di seluruh dunia
5.
Pencemaran
oleh panas
Minyak menjadi pencemar laut nomor
satu di dunia. Sebagian diakibatkan aktivitas pengeboran minyak dan industri.
Separuh lebih disebabkan pelayaran serta kecelakaan kapal tanker.Wilayah
Indonesia sebagai jalur kapal internasional pun rawan pencemaran limbah
minyak. Badan Dunia Group of Expert on Scientific Aspects of Marine
Pollution (GESAMP) mencatat sekitar 6,44 juta ton per tahun kandungan
hidrokarbon dari minyak telah mencemari perairan laut dunia. Masing-masing
berasal dari transportasi laut sebesar 4,63 juta ton, instalasi pengeboran
lepas pantai 0,18 juta ton, dan sumber lain (industri dan pemukiman) sebesar
1,38 juta ton.Limbah minyak sangat berpengaruh terhadap kerusakan ekosistem
laut, mulai dari terumbu karang, mangrove sampai dengan biota air, baik yang
bersifat lethal (mematikan) maupun sublethal (menghambat pertumbuhan,
reproduksi dan proses fisiologis lainnya). Hal ini karena adanya senyawa
hidrokarbon yang terkandung dalam minyak bumi, yang memiliki komponen senyawa
kompleks, seperti Benzena, Toluena, Ethilbenzena dan isomer Xylena
(BTEX)Senyawa tersebut berpengaruh besar terhadap pencemaran.
Direktur Pusat Kajian Pembangunan
Kelautan dan Peradaban Maritim, Muhamad Karim mengatakan dampak dari pencemaran
minyak laut paling dirasakan oleh nelayan. “Akibat tumpahan minyak, terumbu
karang, ikan dan biota laut mati. Para nelayan yang menggantungkan hidup dari
mencari ikan di laut tidak bisa meraih hasil tangkapan,” ujarnya.
Karim menjelaskan, minyak dan air laut tidak bisa menyatu.
Karena berat masanya lebih ringan. Akibat ini pula minyak yang mengambang
menutupi permukaan laut sehingga karang-karang sebagai tempat tinggal dan
sumber makanan ikan mati.
”Seperti yang terjadi di Balikpapan. Akibat tumpahan minyak
selama enam bulan nelayan di sana tidak bisa mencari ikan. Ini karena tumpahan
minyak yang mereka kenal Lantung,” katanya.Menurut Karim, wilayah yang paling
rentan dari pencemaran lingkungan akibat tumpahan minyak adalah di masyarakat
pesisir. Sebab 70 persen pengeboran minyak ada di lepas pantai.Selain itu,
jalur laut yang biasa dilalui kapal-kapal tanker yang mengangkut berjuta-juta
ton barel minyak, seperti di wilayah Selat Malaka dan Teluk Jakarta.
Pencemaran lingkungan yang harus
bertanggung jawab adalah Kementerian Perhubungan, Kementerian Kelautan dan Kementerian Lingkuhan Hidup (KLH), Kementerian
Perindustrian dan Perdagangan, DKP, TNI AL, Pertamina dan pemerintah daerah.
Mereka menjadi ujung tombak dalam pencegahan dan penanggulangan polusi
laut.Banyak kasus-kasus seperti ini hanya menjadi catatan pemerintah tanpa
penanggulangan tuntas. Contohnya adalah kasus pencemaran di Teluk Jakarta
dan Kepulauan Seribu. Diketahui pencemaran ini sudah terjadi sejak 2003 dan
dalam kurun waktu 2003-2004 tercatat berlangsung 6 kali kejadian. Namun sampai
saat ini pemerintah belum mampu mengangkat kasus ini ke pengadilan untuk
menghukum pelaku apalagi membayar ganti rugi kepada masyarakat sekitar. Ini
menunjukkan lemahnya koordinasi antar instansi pemerintah dan kepolisian dalam
menuntaskan kasus. Harus diakui Indonesia tertinggal dari negara-negara lain
dalam hal pencegahan dan penanggulangan bencana tumpahan minyak di laut.
“Sebagai contoh tumpahan minyak di Teluk Meksiko. Pemerintah
Amerika Serikat dengan tegas meminta ganti rugi kepada perusahaan yang
bertanggung jawab, mereka pun patuh,” ujarnya.Yang terjadi di Indonesia
sebaliknya. Mereka tidak bisa menindak tegas bahkan menghitung kerugian, mulai
dari jumlah ikan yang mati, kerugian nelayan dan kerugian meteril lainnya.
“Kasus tumpahan minyak Cevron di Balikpapan misalnya, justru masyarakat yang
pro aktif. Mereka yang melakukan pengawasan lingkungan laut. Karena mereka
menggantungkan hidup di sana,” ujarnya.Karim menegaskan, tumpahan minyak kian
waktu menjadi kekhawatiran seluruh lapisan masyarakat atas ketersediaan lahan
hidup bagi warga pesisir. Karena itu kegiatan monitoring dan kontrol menjadi
sangat penting untuk mencegah dan menanggulangi bahaya pencemaran laut dari
tumpahan minyak.
Kasus kebocoran ladang minyak dan gas di lepas pantai memang
telah menjadi sesuatu yang akrab di telinga kita, terakhir terjadi di Laut
Timor pada 21 Agustus 2009 pukul 04.30 WIB oleh operator kilang minyak PTTEP
Australia yang berlokasi di Montara Welhead Platform (WHP), Laut Timor atau 200
km dari Pantai Kimberley, Australia. Kejadian seperti ini merupakan yang
kesekian kalinya terjadi di perairan Indonesia, tercatat sampai tahun 2001,
telah terjadi 19 peristiwa tumpahan minyak di perairan Indonesia (Mukhtasor,
2007). Tumpahan minyak tersebut telah memasuki wilayah perairan Nusa Tenggara
Timur (NTT) sejauh 51 mil atau sekitar 80 km tenggara Pulau Rote.
Tumpahan minyak tersebut tentu berdampak pada banyak hal,
diantaranya, terhadap kondisi lingkungan laut, biota laut, dan tentu saja
berdampak pada ekonomi nelayan Indonesia yang setiap harinya beraktivitas di
daerah tersebut. Secara umum dampak langsung yang terjadi adalah sebanyak 400
barel atau 63,6 ribu liter minyak mentah mengalir ke Laut Timor per hari, permukaan
laut tertutup 0,0001 mm minyak mentah, minyak mentah masuk ke Zona Eksklusif
Ekonomi (ZEE) Indonesia pada 28 Oktober 2009, serta gas hidrokarbon terlepas ke
atmosfer.
B.
PENGARUH TUMPAHAN MINYAK DI LAUT
Ada
babarapa pengaruh pencemaran di Laut yang di sebabkan oleh tumpah minyak
sebagai berikut :
1.
Pengaruh
terhadap lingkungan laut.
Beberapa efek tumpahan minyak di laut dapat di lihat dengan
jelas seperti pada pantai menjadi tidak indah lagi untuk dipandang, kematian
burung laut, ikan, dan kerang-kerangan, atau meskipun beberapa dari organisme
tersebut selamat akan tetapi menjadi berbahaya untuk dimakan. Efek periode
panjang (sublethal) misalnya perubahan karakteristik populasi spesies
laut atau struktur ekologi komunitas laut, hal ini tentu dapat berpengaruh
terhadap masyarakat pesisir yang lebih banyak menggantungkan hidupnya di sector
perikanan dan budi daya, sehingga tumpahan minyak akan berdampak buruk terhadap
upaya perbaikan kesejahteraan nelayan.
2.
Pengaruh
minyak pada komunitas laut.
Tumpahan minyak yang tejadi di laut terbagi kedalam dua
tipe, minyak yang larut dalam air dan akan mengapung pada permukaan air dan
minyak yang tenggelam dan terakumulasi di dalam sedimen sebagai deposit hitam
pada pasir dan batuan-batuan di pantai. Minyak yang mengapung pada permukaan
air tentu dapat menyebabkan air berwarna hitam dan akan menggangu organisme
yang berada pada permukaan perairan, dan tentu akan mengurangi intensitas
cahaya matahari yang akan digunakan oleh fitoplankton untuk berfotosintesis dan
dapat memutus rantai makanan pada daerah tersebut, jika hal demikian terjadi,
maka secara langsung akan mengurangi laju produktivitas primer pada daerah
tersebut karena terhambatnya fitoplankton untuk berfotosintesis.
Sementara pada minyak yang tenggelam dan terakumulasi di
dalam sedimen sebagai deposit hitam pada pasir dan batuan-batuan di
pantai, akan mengganggu organisme interstitial maupun organime intertidal,
organisme intertidal merupakan organisme yang hidupnya berada pada daerah
pasang surut, efeknya adalah ketika minyak tersebut sampai kepada bibir pantai,
maka organisme yang rentan terhadap minyak seperti kepiting, amenon, moluska
dan lainnya akan mengalami hambatan pertumbuhan, bahkan dapat mengalami
kematian. Namun pada daerah intertidal ini, walaupun dampak awalnya sangat
hebat seperti kematian dan berkurangnya spesies, tumpahan minyak akan cepat
mengalami pembersihan secara alami karena pada daerah pasang surut umumnya
dapat pulih dengan cepat ketika gelombang membersihkan area yang terkontaminasi
minyak dengan sangat cepat. Sementara pada organisme interstitial yaitu,
organisme yang mendiami ruang yang sangat sempit di antara butir-butir pasir
tentu akan terkena dampaknya juga, karena minyak-minyak tersebut akan
terakumulasi dan terendap pada dasar perairan seperti pasir dan batu-batuan,
dan hal ini akan mempengaruhi tingkah laku, reproduksi, dan pertumbuhan dan
perkembangan hewan yang mendiami daerah ini seperti cacing policaeta, rotifer,
Crustacea dan organisme lain.
3.
Perilaku
Minyak di Laut
Senyawa Hidrokarbon yang terkandung dalam minyak bumi berupa
benzene, touleuna, ethylbenzen, dan isomer xylena, dikenal sebagai BTEX,
merupakan komponen utama dalam minyak bumi, bersifat mutagenic dan karsinogenik
pada manusia. Senyawa ini bersifat rekalsitran, yang artinya sulit mengalami
perombakan di alam, baik di air maupun didarat, sehingga hal ini akan mengalami
proses biomagnetion pada ikan ataupun pada biota laut lain. Bila senyawa
aromatic tersebut masuk ke dalam darah, akan diserap oleh jaringan lemak dan
akan mengalami oksidasi dalam hati membentuk phenol, kemudian pada proses
berikutnya terjadi reaksi konjugasi membentuk senyawa glucuride yang larut
dalam air, kemudian masuk ke ginjal (Kompas, 2004).
Ketika minyak masuk ke lingkungan laut, maka minyak tersebut
dengan segera akan mengalami perubahan secara fisik dan kimia. Diantaran proses
tersebut adalah membentuk lapisan ( slick formation ),
menyebar (dissolution), menguap (evaporation), polimerasi (polymerization),
emulsifikasi (emulsification), emulsi air dalam minyak ( water
in oil emulsions ), emulsi minyak dalam air (oil in water emulsions),
fotooksida, biodegradasi mikorba, sedimentasi, dicerna oleh planton dan
bentukan gumpalan ter (Mukhstasor, 2007).
C.
PENCEMARAN MINYAK DI LAUT
Limbah minyak adalah buangan yang
berasal dari hasil eksplorasi produksi minyak, pemeliharaan fasilitas produksi,
fasilitas penyimpanan, pemrosesan, dan tangki penyimpanan minyak pada kapal
laut. Limbah minyak bersifat mudah meledak, mudah terbakar, bersifat reaktif,
beracun, menyebabkan infeksi, dan bersifat korosif. Limbah minyak merupakan
bahan berbahaya dan beracun (B3), karena sifatnya, konsentrasi maupun jumlahnya
dapat mencemarkan dan membahayakan lingkungan hidup, serta kelangsungan hidup
manusia dan mahluk hidup lainnya.
Saat ini
industri minyak dunia telah berkembang pesat, sehingga kecelakaan kecelakaan
yang mengakibatkan tercecernya minyak dilautan hampirtidak bias dielakkan. Kapal tanker mengangkut
minyak mentah dalam jumlah besar tiap tahun. Apabila terjadi pencemaran
miyak dilautan, ini akan mengakibatkan minyak mengapung diatas permukaan laut
yang akhirnya terbawa arus dan terbawa ke pantai.
Contoh
kecelakaan kapal yang pernah terjadi :
a) Torrey
canyon dilepas pantai Inggris 1967mengakibatkan 100.000 burung mati
b)
Showa maru di selat Malaka pada tahun 1975
c) Amoco
Cadiz di lepas pantai Perancis 1978
Pencemaran
minyak mempunyai pengaruh luas terhadap hewan dan tumbuh tumbuhan yang hidup
disuatu daerah. Minyak yang mengapung berbahaya bagi kehidupan burung laut yang
suka berenang diatas permukaan air. Tubuh burung akan tertutup minyak. Untuk
membersihkannya, mereka menjilatinya. Akibatnya mereka banyak minum minyak dan
mencemari diri sendiri. Selain itu, mangrove dan daerah air payau juga rusak.
Mikroorganisme yang terkena pencemaran akan segera menghancurkan ikatan organik
minyak, sehingga banyak daerah pantai yang terkena ceceran minyak secara berat
telah bersih kembali hanya dalam waktu 1 atau 2 tahun.
Zat-zat
pencemar yang berasal dari sumber-sumber tersebut memasuki lingkungan laut
dengan berbagai cara seperti kegiatan atau pembuangan kotoran (misalnya minyak
residu). Sumber pencemaran laut oleh kapal yang berbahaya adalah masuknya
minyak kedalam laut yang berasal dari kapal yang berlayar diperairan nusantara
baik yang terjadi secara sengaja sebagai akibat pembersihan tanki-tanki atau
pembuangan minyak residu atau pun yang terjadi tidak dengan sengaja disebabkan
kebocoran yang terjadi pada kapal yang sudah tua. Kapal dapat mencemari sungai
dan samudera dalam banyak cara. Antara lain melalui tumpahan minyak, air
penyaring dan residu bahan bakar. Polusi dari kapal dapat mencemari pelabuhan,
sungai dan lautan. Kapal juga membuat polusi suara yang mengganggu kehidupan
liar alam, dan air. Dari pencemaran laut yang menjadi sorotan internasional ini
mulailah timbul pemikiran untuk mengatasi pencemaran yang terjadi di luar
negara masingmasing. Negara-negara mulai mengadakan konvensi-konvensi
internasional dan membuat peraturan mengenai pencemaran laut yang dilakukan
oleh kapal di negaranya masing-masing.
D.
SUMBER PENCEMARAN TUMPAH MINYAK DI
LAUT
Limbah minyak yang berasal dari
minyak mentah (crude oil) terdiri dari ribuan konstituen pembentuk yang secara
struktur kimia dapat dibagi menjadi lima family :
Hidrokarbon
jenuh (saturated hydrocarbons), merupakan kelompok minyak yang dicirikan dengan
adanya rantai atom karbon (bercabang atau tidak bercabang atau membentuk
siklik) berikatan dengan atom hidrogen, dan merupakan rantai atom jenuh (tidak
memiliki ikatan ganda). Termasuk dalam kelompok ini adalah golongan alkana
(paraffin), yang mewakili 10-40 % komposisi minyak mentah. Senyawa alkana
bercabang (branched alkanes) biasanya terdiri dari alkana bercabang satu
ataupun bercabang banyak (isoprenoid), contoh dari senyawa ini adalah pristana,
phytana yang terbentuk dari sisa-sisa pigment chlorofil dari tumbuhan. Kelompok
terakhir dari famili ini adalah napthana (Napthenes) atau disebut juga
cycloalkanes atau cycloparaffin. Kelompok ini secara umum disusun oleh
siklopentana dan siklohexana yang masanya mewakili 30-50% dari massa total
minyak mentah.
Aromatik
(Aromatics). Famili minyak ini adalah kelas hidrokarbon dengan karakteritik
cincin yang tersusun dari enam atom karbon. Kelompok ini terdiri dari benzene
beserta turunannya (monoaromatik dan polyalkil), naphtalena (2 ring aromatik),
phenanthren (3 ring), pyren, benzanthracen, chrysen (4 ring) serta senyawa lain
dengan 5-6 ring aromatic. Aromatik ini merupakan komponen minyak mentah yang paling
beracun, dan bisa memberi dampak kronik (menahun, berjangka lama) dan
karsinogenik (menyebabkan kanker). Hampir kebanyakan aromatik bermassa rendah
(low-weight aromatics), dapat larut dalam air sehingga meningkatkan
bioavaibilitas yang dapat menyebabkan terpaparnya organisma didalam matrik
tanah ataupun pada badan air. Jumlah relative hidrokarbon aromatic didalam
mnyak mentah bervariasi dari 10-30 %.
Asphalten
dan Resin. Selain empat komponen utama penyusun minyak tersebut di atas, minyak
juga dikarakterisasikan oleh adanya komponen-komponen lain seperti aspal
(asphalt) dan resin (5-20 %) yang merupakan komponen berat dengan struktur
kimia yang kompleks berupa siklik aromatic terkondensasi dengan lebih dari lima
ring aromatic dan napthenoaromatik dengan gugus-gugus fungsional sehingga
senyawa-senyawa tersebut memiliki polaritas yang tinggi.
Komponen
non-hidrokarbon. Kelompok senyawa non-hidrokarbon terdapat dalam jumlah yang
relative kecil, kecuali untuk jenis petrol berat (heavy crude). Komponen non-hidrokarbon
adalah nitrogen, sulfur, dan oksigen, yang biasanya disingkat sebagai NSO.
Biasanya sulphur lebih dominant disbanding nitrogen dan oxygen, sebaga contoh,
minyak mentah dari Erika tanker mengandung kadar S, N dn O berturut-turut
sebesar 2.5, 1.7, dan 0.4 % (Baars, 2002).
Porphyrine.
Senyawa ini berasal dari degradasi klorofil yang berbentuk komplek Vanadium (V)
dan Nikel (Ni).
E.
PELAPUKAN PADA TUMPAHAN
MINYAK DI LAUT
Proses transformasi oil spill di
laut yaitu ketika oil spill terjadi di lingkungan laut, minyak akan mengalami
serangkaian perubahan/pelapukan (weathering) atas sifat fisik dan kimiawi.
Sebagian perubahan tersebut mengarah pada hilangnya beberapa fraksi minyak dari
permukaan laut, sementara perubahan lainnya berlangung dengan masih terdapatnya
bagian material minyak di permukaan laut. Meskipun minyak yang tumpah pada
akhirnya akan terurai/terasimilisi oleh lingkungan laut, namun waktu yang
dibutuhkan untuk itu tergantung pada karakteristik awal fisik dan kimiawi
minyak dan proses peluruhan (weathering) minyak secara alamiah.
Weathering atau pelapukan minyak
adalah proses penghamburan minyak yang tumpah hasil dari sejumlah proses kimia
dan fisik yang mengubah komposisi. Minyak akan mengalami pelapukan dalam
cara-cara yang berbeda. Beberapa prosesnya, seperti pada pendispersian alami
minyak ke dalam air, mengakibatkan bagian dari minyak meninggalkan permukaan
air laut, dan sisanya, seperti pada proses evaporasi atau formasi air pada
emulsi minyak, mengakibatkan minyak yang tersisa pada permukaan dan tinggal
dalam waktu lama (persisten).
Meskipun minyak yang tumpah pada
akhirnya akan terurai/terasimilisi oleh lingkungan laut, namun waktu yang
dibutuhkan untuk itu tergantung pada karakteristik awal fisik dan kimiawi
minyak dan proses peluruhan (weathering) minyak secara alamiah.
Beberapa faktor utama yang
mempengaruhi perubahan sifat minyak adalah:
Karaterisik
fisika minyak, khususnya gravitasi spesifik, viskositas dan rentang didih;
Komposisi
dan karakteristik kimiawi minyak;
Kondisi
meteorologi (sinar matahari (fotooksidasi), kondisi oseanograpi dan temperatur
udara); dan
Karakteristik
air laut (pH, gravitasi spesifik, arus, temperatur, keberadaan bakteri, nutrien,
dan oksigen terlaut serta padatan tersuspensi).
Cara dimana lapisan minyak pecah dan
menyebar sangat tergantung pada ketahanan (tingkat persisten) minyak tersebut.
Produk ringan seperti kerosin cenderung terevaporasi, tersebar dengan cepat,
dan tidak perlu pembersihan sebab akan hilang secara alami. Ini dinamakan
minyak non-persisten. Sebaliknya, minyak persisten seperti pada kebanyakan
minyak mentah, pecah dan menyebar lebih lambat dan biasanya memerlukan tindakan
pembersihan. Sifat fisika seperti densitas, viskositas, dan titik alir minyak,
semuanya mempengaruhi sifat penyebarannya.
Penyebaran tidak terjadi tiba-tiba.
Waktu penyebarannya tergantung sejumlah faktor, termasuk jumlah dan tipe
tumpahan minyak, kondisi cuaca, dan jika minyak tertinggal di laut atau terbawa
ke darat. Kadang-kadang, prosesnya cepat dan pada waktu lain terjadi dengan
lambat, terutama di perairan tertutup dan tenang.
Proses pelapukan (Wathering) tumpahan minyak di laut terjadi
ke dalam beberapa mekanisme diantaranya : melalui pembentukan lapisan ( slick
formation ), penyebaran (dissolution), pergeseran, penguapan (evaporation),
polimerasi (polymerization), emulsifikasi (emulsification), emulsi air dalam
minyak ( water in oil emulsions ), emulsi minyak dalam air (oil in water emulsions),
fotooksida, biodegradasi mikorba, sedimentasi, dicerna oleh planton dan
bentukan gumpalan.
Hampir semua tumpahan minyak di
lingkungan laut dapat dengan segera membentuk sebuah lapisan tipis di
permukaan. Hal ini dikarenakan minyak tersebut digerakkan oleh pergerakan
angin, gelombang dan arus, selain gaya gravitasi dan tegangan permukaan.
Beberapa hidrokarbon minyak bersifat mudah menguap, dan cepat menguap. Proses
penyebaran minyak akan menyebarkan lapisan menjadi tipis serta tingkat
penguapan meningkat.
Hilangnya sebagian material yang
mudah menguap tersebut membuat minyak lebih padat/ berat dan membuatnya
tenggelam. Komponen hidrokarbon yang terlarut dalam air laut, akan membuat
lapisan lebih tebal dan melekat, dan turbulensi air akan menyebabkan emulsi air
dalam minyak atau minyak dalam air. Ketika semua terjadi, reaksi fotokimia
dapat mengubah karakter minyak dan akan terjadi biodegradasi oleh mikroba yang
akan mengurangi jumlah minyak.
Proses pembentukan lapisan minyak
yang begitu cepat, ditambah dengan penguapan komponen dan penyebaran komponen
hidrokarbon akan mengurangi volume tumpahan sebanyak 50% selama beberapa hari
sejak pertama kali minyak tersebut tumpah. Produk kilang minyak, seperti
gasoline atau kerosin hamper semua lenyap, sebaliknya minyak mentah dengan
viskositas yang tinggi hanya mengalami pengurangan kurang dari 25%.
F.
METODE PENANGGULANGAN TUMPAH MINYAK DI LAUT
Langkah pertama yang harus dilakukan
dalam penangannan tumpahan minyak (oil spill) di laut adalah dengan cara melokalisasi
tumpahan minyak menggunakan pelampung pembatas (oil booms), yang kemudian akan
ditransfer dengan perangkat pemompa (oil skimmers) ke sebuah fasilitas penerima
"reservoar" baik dalam bentuk tangki ataupun balon. Langkah
penanggulangan ini akan sangat efektif apabila dilakukan di perairan yang
memiliki hidrodinamika air yang rendah (arus, pasang-surut, ombak, dll) dan
cuaca yang tidak ekstrem.
Beberapa teknik penanggulangan
tumpahan minyak diantaranya in-situ burning, penyisihan secara mekanis, bioremediasi,
penggunaan sorbent dan penggunaan bahan kimia dispersan. Setiap teknik ini
memiliki laju penyisihan minyak berbeda dan hanya efektif pada kondisi
tertentu.
a)
In-situ
Burning
In-situ burning adalah pembakaran
minyak pada permukaan air sehingga mampu mengatasi kesulitan pemompaan minyak
dari permukaan laut, penyimpanan dan pewadahan minyak serta air laut yang
terasosiasi, yang dijumpai dalam teknik penyisihan secara fisik. Cara ini
membutuhkan ketersediaan booms (pembatas untuk mencegah penyebaran minyak) atau
barrier yang tahan api. Beberapa kendala dari cara ini adalah pada peristiwa
tumpahan besar yang memunculkan kesulitan untuk mengumpulkan minyak dan
mempertahankan pada ketebalan yang cukup untuk dibakar serta evaporasi pada
komponen minyak yang mudah terbakar. Sisi lain, residu pembakara yang tenggelam
di dasar laut akan memberikan efek buruk bagi ekologi. Juga, kemungkinan
penyebaran api yang tidak terkontrol.
b)
Penyisihan
minyak secara mekanis melalui dua tahap
Cara kedua yaitu penyisihan minyak
secara mekanis melalui dua tahap yaitu melokalisir tumpahan dengan menggunakan
booms dan melakukan pemindahan minyak ke dalam wadah dengan menggunakan
peralatan mekanis yang disebut skimmer. Upaya ini terhitung sulit dan mahal
meskipun disebut sebagai pemecahan ideal terutama untuk mereduksi minyak pada
area sensitif, seperti pantai dan daerah yang sulit dibersihkan dan pada
jam-jam awal tumpahan. Sayangnya, keberadaan angin, arus dan gelombang
mengakibatkan cara ini menemui banyak kendala.
c)
bioremediasi
Cara ketiga adalah bioremediasi
yaitu mempercepat proses yang terjadi secara alami, misalkan dengan menambahkan
nutrien, sehingga terjadi konversi sejumlah komponen menjadi produk yang kurang
berbahaya seperti CO2 , air dan biomass. Selain memiliki dampak lingkunga
kecil, cara ini bisa mengurangi dampak tumpahan secara signifikan. Sayangnya,
cara ini hanya bisa diterapkan pada pantai jenis tertentu, seperti pantai
berpasir dan berkerikil, dan tidak efektif untuk diterapkan di lautan.
d)
Menggunakan
sorbent
Cara keempat dengan menggunakan
sorbent yang bisa menyisihkan minyak melalui mekanisme adsorpsi (penempelan
minyak pada permukaan sorbent) dan absorpsi (penyerapan minyak ke dalam
sorbent). Sorbent ini berfungsi mengubah fasa minyak dari cair menjadi padat
sehingga mudah dikumpulkan dan disisihkan. Sorbent harus memiliki karakteristik
hidrofobik,oleofobik dan mudah disebarkan di permukaan minyak, diambil kembali
dan digunakan ulang. Ada 3 jenis sorbent yaitu organik alami (kapas, jerami, rumput
kering, serbuk gergaji), anorganik alami (lempung, vermiculite, pasir) dan
sintetis (busa poliuretan, polietilen, polipropilen dan serat nilon).
e)
Menggunakan dispersan kimiawi
Cara kelima dengan menggunakan
dispersan kimiawi yaitu dengan memecah lapisan minyak menjadi tetesan kecil
(droplet) sehingga mengurangi kemungkinan terperangkapnya hewan ke dalam
tumpahan. Dispersan kimiawi adalah bahan kimia dengan zat aktif yang disebut
surfaktan (berasal dari kata : surfactants = surface-active agents atau zat
aktif permukaan).
G.
DAMPAK PENCEMARAN MINYAK DI LAUT
Komponen minyak yang tidak dapat
larut di dalam air akan mengapung yang menyebabkan air laut berwarna hitam.
Beberapa komponen minyak tenggelam dan terakumulasi di dalam sedimen sebagai
deposit hitam pada pasir dan batuan-batuan di pantai. Komponen hidrokarbon yang
bersifat toksik berpengaruh pada reproduksi, perkembangan, pertumbuhan, dan
perilaku biota laut, terutama pada plankton, bahkan dapat mematikan ikan,
dengan sendirinya dapat menurunkan produksi ikan. Proses emulsifikasi merupakan
sumber mortalitas bagi organisme, terutama pada telur, larva, dan perkembangan
embrio karena pada tahap ini sangat rentan pada lingkungan tercemar (Fakhrudin,
2004). Bahwa dampak-dampak yang disebabkan oleh pencemaran minyak di laut
adalah akibat jangka pendek dan akibat jangka panjang.
1. Akibat jangka
pendek
Molekul hidrokarbon minyak dapat merusak membran sel biota
laut, mengakibatkan keluarnya cairan sel dan berpenetrasinya bahan tersebut ke
dalam sel. Berbagai jenis udang dan ikan akan beraroma dan berbau minyak,
sehingga menurun mutunya. Secara langsung minyak menyebabkan kematian pada ikan
karena kekurangan oksigen, keracunan karbon dioksida, dan keracunan langsung
oleh bahan berbahaya.
2. Akibat jangka panjang
Lebih banyak mengancam biota muda. Minyak di dalam laut
dapat termakan oleh biota laut. Sebagian senyawa minyak dapat dikeluarkan
bersama-sama makanan, sedang sebagian lagi dapat terakumulasi dalam senyawa
lemak dan protein. Sifat akumulasi ini dapat dipindahkan dari organisma satu ke
organisma lain melalui rantai makanan. Jadi, akumulasi minyak di dalam
zooplankton dapat berpindah ke ikan pemangsanya. Demikian seterusnya bila ikan
tersebut dimakan ikan yang lebih besar, hewan-hewan laut lainnya, dan bahkan
manusia. Secara tidak langsung, pencemaran laut akibat minyak mentah dengan
susunannya yang kompleks dapat membinasakan kekayaan laut dan mengganggu
kesuburan lumpur di dasar laut. Ikan yang hidup di sekeliling laut akan
tercemar atau mati dan banyak pula yang bermigrasi ke daerah lain.
Minyak yang tergenang di atas permukaan laut akan
menghalangi masuknya sinar matahari sampai ke lapisan air dimana ikan
berkembang biak. Menurut Fakhrudin (2004), lapisan minyak juga akan menghalangi
pertukaran gas dari atmosfer dan mengurangi kelarutan oksigen yang akhirnya
sampai pada tingkat tidak cukup untuk mendukung bentuk kehidupan laut yang
aerob. Lapisan minyak yang tergenang tersebut juga akan mempengarungi
pertumbuhan rumput laut , lamun dan tumbuhan laut lainnya jika menempel pada
permukaan daunnya, karena dapat mengganggu proses metabolisme pada tumbuhan
tersebut seperti respirasi, selain itu juga akan menghambat terjadinya proses
fotosintesis karena lapisan minyak di permukaan laut akan menghalangi masuknya
sinar matahari ke dalam zona euphotik, sehingga rantai makanan yang berawal
pada phytoplankton akan terputus. Jika lapisan minyak tersebut tenggelam dan
menutupi substrat, selain akan mematikan organisme benthos juga akan terjadi
perbusukan akar pada tumbuhan laut yang ada.
Pencemaran minyak di laut juga merusak ekosistem mangrove.
Minyak tersebut berpengaruh terhadap sistem perakaran mangrove yang berfungsi
dalam pertukaran CO2 dan O2, dimana akar tersebut akan tertutup minyak sehingga
kadar oksigen dalam akar berkurang. Jika minyak mengendap dalam waktu yang
cukup lama akan menyebabkan pembusukan pada akar mangrove yang mengakibatkan
kematian pada tumbuhan mangrove tersebut. Tumpahan minyak juga akan menyebabkan
kematian fauna-fauna yang hidup berasosiasi dengan hutan mangrove seperti
moluska, kepiting, ikan, udang, dan biota lainnya.
Bukti-bukti di lapangan menunjukkan bahwa minyak yang
terperangkap di dalam habitat berlumpur tetap mempunyai pengaruh racun selama
20 tahun setelah pencemaran terjadi. Komunitas dominan species Rhizophora
mungkin bisa membutuhkan waktu sekitar 8 (delapan ) tahun untuk mengembalikan
kondisinya seperti semula (O'Sullivan & Jacques, 2001).
Ekosistim terumbu karang juga tidak luput dari pengaruh pencemaran minyak . Menurut O'Sullivan & Jacques (2001), jika terjadi kontak secara langsung antara terumbu karang dengan minyak maka akan terjadi kematian terumbu karang yang meluas. Akibat jangka panjang yang paling potensial dan paling berbahaya adalah jika minyak masuk ke dalam sedimen. Burung laut merupakan komponen kehidupan pantai yang langsung dapat dilihat dan sangat terpengaruh akibat tumpahan minyak . Akibat yang paling nyata pada burung laut adalah terjadinya penyakit fisik (Pertamina, 2002). Minyak yang mengapung terutama sekali amat berbahaya bagi kehidupan burung laut yang suka berenang di atas permukaan air, seperti auk (sejenis burung laut yang hidup di daerah subtropik), burung camar dan guillemot (jenis burung laut kutub).Tubuh burung ini akan tertutup oleh minyak, kemudian dalam usahanya membersihkan tubuh mereka dari minyak, mereka biasanya akan menjilat bulu-bulunya, akibatnya mereka banyak minum minyak dan akhirnya meracuni diri sendiri. Disamping itu dengan minyak yang menempel pada bulu burung, maka burung akan kehilangan kemampuan untuk mengisolasi temperatur sekitar ( kehilangan daya sekat), sehingga menyebabkan hilangnya panas tubuh burung, yang jika terjadi secara terus-menerus akan menyebabkan burung tersebut kehilangan nafsu makan dan penggunaan cadangan makanan dalam tubuhnya.Peristiwa yang sangat besar akibatnya terhadap kehidupan burung laut adalah peristiwa pecahnya kapal tanki Torrey Canyon yang mengakibatkan matinya burung-burung laut sekitar 10.000 ekor di sepanjang pantai dan sekitar 30.000 ekor lagi didapati tertutupi oleh genangan minyak ( Farb, 1980 ). Pembuangan air ballast di Alaska sekitar Pebruari-Maret 1970 telah pula mencemari seribu mil jalur pantai dan diperkirakan paling sedikit 100 ribu ekor burung musnah (Siahaan, 1989 dalam Misran 2002). .Menyadari akan besarnya bahaya pencemaran minyak di laut, maka timbullah upaya-upaya untuk pencegahan dan penanggulangan bahaya tersebut oleh negara-negara di dunia. Diakui bahwa prosedur penanggulangan seperti: pemberitahuan bencana, evaluasi strategi penanggulangan, partisipasi unsur terkait termasuk masyarakat, teknis penanggulangan, komunikasi, koordinasi dan kesungguhan untuk melindungi laut dan keberpihakan kepada kepentingan masyarakat menjadi poin utama dalam pencegahan dan penanggulangan pencemaran minyak. Untuk melakukan hal tersebut, tiga hal yang dapat dijadikan landasan yaitu aspek legalitas, aspek perlengkapan dan aspek koordinasi.
Ekosistim terumbu karang juga tidak luput dari pengaruh pencemaran minyak . Menurut O'Sullivan & Jacques (2001), jika terjadi kontak secara langsung antara terumbu karang dengan minyak maka akan terjadi kematian terumbu karang yang meluas. Akibat jangka panjang yang paling potensial dan paling berbahaya adalah jika minyak masuk ke dalam sedimen. Burung laut merupakan komponen kehidupan pantai yang langsung dapat dilihat dan sangat terpengaruh akibat tumpahan minyak . Akibat yang paling nyata pada burung laut adalah terjadinya penyakit fisik (Pertamina, 2002). Minyak yang mengapung terutama sekali amat berbahaya bagi kehidupan burung laut yang suka berenang di atas permukaan air, seperti auk (sejenis burung laut yang hidup di daerah subtropik), burung camar dan guillemot (jenis burung laut kutub).Tubuh burung ini akan tertutup oleh minyak, kemudian dalam usahanya membersihkan tubuh mereka dari minyak, mereka biasanya akan menjilat bulu-bulunya, akibatnya mereka banyak minum minyak dan akhirnya meracuni diri sendiri. Disamping itu dengan minyak yang menempel pada bulu burung, maka burung akan kehilangan kemampuan untuk mengisolasi temperatur sekitar ( kehilangan daya sekat), sehingga menyebabkan hilangnya panas tubuh burung, yang jika terjadi secara terus-menerus akan menyebabkan burung tersebut kehilangan nafsu makan dan penggunaan cadangan makanan dalam tubuhnya.Peristiwa yang sangat besar akibatnya terhadap kehidupan burung laut adalah peristiwa pecahnya kapal tanki Torrey Canyon yang mengakibatkan matinya burung-burung laut sekitar 10.000 ekor di sepanjang pantai dan sekitar 30.000 ekor lagi didapati tertutupi oleh genangan minyak ( Farb, 1980 ). Pembuangan air ballast di Alaska sekitar Pebruari-Maret 1970 telah pula mencemari seribu mil jalur pantai dan diperkirakan paling sedikit 100 ribu ekor burung musnah (Siahaan, 1989 dalam Misran 2002). .Menyadari akan besarnya bahaya pencemaran minyak di laut, maka timbullah upaya-upaya untuk pencegahan dan penanggulangan bahaya tersebut oleh negara-negara di dunia. Diakui bahwa prosedur penanggulangan seperti: pemberitahuan bencana, evaluasi strategi penanggulangan, partisipasi unsur terkait termasuk masyarakat, teknis penanggulangan, komunikasi, koordinasi dan kesungguhan untuk melindungi laut dan keberpihakan kepada kepentingan masyarakat menjadi poin utama dalam pencegahan dan penanggulangan pencemaran minyak. Untuk melakukan hal tersebut, tiga hal yang dapat dijadikan landasan yaitu aspek legalitas, aspek perlengkapan dan aspek koordinasi.
Sejak September 2003 Departemen Kelautan dan Perikanan
memulai Gerakan Bersih pantai dan Laut (GBPL). Gerakan ini bertujuan untuk
mendorong seluruh lapisan masyarakat untuk mewujudkan laut yang biru dan pantai
yang bersih pada lokasi yang telah mengalami pencemaran. Dengan gerakan ini
diharapkan bukan hanya didukung oleh pemerintah dan masyarakat, namun juga
didukung oleh para pengusaha minyak dan gas bumi yang beroperasi di Indonesia.
Tumbuhan mangrove merupakan sumberdaya utama pada lahan pesisir yang membentuk komunitas ekosistem mangrove. Hal ini disebabkan karena tumbuhan berada pada tingkat paling bawah dari piramida makanan pada ekosistem tersebut. Sebagai salah satu bentuk ekosistem lahan basah, ekosistem mangrove (selain padang lamun) merupakan habitat bagi berbagai spesies, terutama bagi jenis-jenis hewan terrestrial. Ekosistem hutan mangrove juga berfungsi sebagai perangkap sedimen (trap sediment) dan menghalangi erosi sehingga dapat melindungi terumbu karang dan sedimentasi. Fungsi lainnya, yaitu sebagai pelindung wilayah pesisir dari kerusakan yang ditimbulkan oleh ombak dan badai. Oleh karena itu ekosistem mangrove harus di jaga dari kerusakan yang sering diakibatkan oleh manusia terutama dalam hal pencemaran minyak di daerah ekosistem mangrove.
Tumbuhan mangrove merupakan sumberdaya utama pada lahan pesisir yang membentuk komunitas ekosistem mangrove. Hal ini disebabkan karena tumbuhan berada pada tingkat paling bawah dari piramida makanan pada ekosistem tersebut. Sebagai salah satu bentuk ekosistem lahan basah, ekosistem mangrove (selain padang lamun) merupakan habitat bagi berbagai spesies, terutama bagi jenis-jenis hewan terrestrial. Ekosistem hutan mangrove juga berfungsi sebagai perangkap sedimen (trap sediment) dan menghalangi erosi sehingga dapat melindungi terumbu karang dan sedimentasi. Fungsi lainnya, yaitu sebagai pelindung wilayah pesisir dari kerusakan yang ditimbulkan oleh ombak dan badai. Oleh karena itu ekosistem mangrove harus di jaga dari kerusakan yang sering diakibatkan oleh manusia terutama dalam hal pencemaran minyak di daerah ekosistem mangrove.
Pengaruh tumpahan minyak terhadap ekosistem mangrove adalah
dapat merusak ekosistem mangrove secara fisik, kimia dan biologis. Secara fisik
dengan adanya tumpahan minyak maka permukaan air laut pada daerah ekosistem
mangrove akan tertutup oleh minyak Dengan adanya tumpahan minyak pada daerah
ekosistem mangrove maka minyak akan menutupi lentisel mangrove sehingga akan
mengakibatkan kematian pada mangrove. Secara kimia, karena minyak bumi
tergolong senyawa aromatik hidrokarbon maka dapat bersifat racun. Sedangkan
secara biologi adanya buangan atau tumpahan minyak dapat mempengaruhi kehidupan
organisme-organisme yang hidup disekitarnya.Tumpahan minyak bumi di daerah
ekosistem mangrove akan membentuk lapisan filem pada permukaan air laut di
daerah ekosistem mangrove, emulsi atau mengendap dan diabsorbsi oleh
sedimen-sedimen yang berada di dasar perairan laut. Minyak yang membentuk
lapisan filem pada permukaan laut di daerah yang akan menyebabkan terganggunya
proses fotosintesa dan respirasi organisme-organisme yang hidup di dalam
ekosistem mangrove. Sementara minyak yang teremulsi dalam air akan mempengaruhi
epitelial insang ikan sehingga mengganggu proses respirasi. Sedangkan minyak
yang terabsorbsi oleh sedimen di dasar perairan akan menutupi lapisan atas
sedimen tersebut sehingga akan mematikan organisme penghuni dasar pada
ekosisitem mangrove dan juga meracuni daerah pemijahan.
Komponen minyak tidak larut di dalam air akan mengapung pada
permukaan air laut yang menyebabkan air laut berwarna hitam. Beberapa komponen
minyak tenggelam dan terakumulasi di dalam sedimen sebagai deposit hitam pada
pasir dan batuan-batuan di pantai. Hal ini mempunyai pengaruh yang luas
terhadap hewan dan tumbuh-tumbuhan yang hidup di perairan.
Komponen hidrokarbon yang bersifat toksik berpengaruh terhadap reproduksi, perkembangan, pertumbuhan, dan perilaku biota laut yang ada di di dalam ekosistem mangrove, terutama pada plankton, bahkan dapat mematikan ikan, dengan sendirinya dapat menurunkan produksi ikan yang berakibat menurunnya devisa negara. Proses emulsifikasi merupakan sumber mortalitas bagi organisme, terutama pada telur, larva, dan perkembangan embrio karena pada tahap ini sangat rentan pada lingkungan tercemar. Proses ini merupakan penyebab terkontaminasinya sejumlah flora dan fauna di wilayah tercemar.
Komponen hidrokarbon yang bersifat toksik berpengaruh terhadap reproduksi, perkembangan, pertumbuhan, dan perilaku biota laut yang ada di di dalam ekosistem mangrove, terutama pada plankton, bahkan dapat mematikan ikan, dengan sendirinya dapat menurunkan produksi ikan yang berakibat menurunnya devisa negara. Proses emulsifikasi merupakan sumber mortalitas bagi organisme, terutama pada telur, larva, dan perkembangan embrio karena pada tahap ini sangat rentan pada lingkungan tercemar. Proses ini merupakan penyebab terkontaminasinya sejumlah flora dan fauna di wilayah tercemar.
Beberapa kasus pencemaran minyak telah menghancurkan area
mangrove serta daerah air payau secara luas. Hutan mangrove merupakan sumber
nutrien dan tempat pemijah bagi ikan, dapat rusak oleh pengaruh minyak terhadap
sistem perakaran yang berfungsi dalam pertukaran CO2 dan O2, akan tertutup
minyak sehingga kadar oksigen dalam akar berkurang. Dan juga merusak hewan dan
tumbuh–tumbuhan yang hidup di batu-batuan dan pasir di wilayah pantai. Tumpahan
minyak berpengaruh besar pada ekosistem mangrove, penetrasi cahaya menurun di
bawah oil slick atau lapisan minyak. Proses fotosintesis terhalang pada zona
euphotik sehingga rantai makanan yang berawal pada phytoplankton akan terputus.
Lapisan minyak juga menghalangi pertukaran gas dari atmosfer dan mengurangi
kelarutan oksigen yang akhirnya sampai pada tingkat tidak cukup untuk mendukung
bentuk kehidupan laut yang aerob.
Tentu saja semua kejadian tersebut, yang diakibatkan oleh adanya pencemaran minyak, akan terkait dengan rusaknya ekosistem mangrove. Adapun aplikasi detergen sebagai dispersant untuk menyerap tumpahan minyak di laut berpengaruh besar pada berbagai kehidupan biota laut, yaitu meningkatkan biological membrane permeability terhadap senyawa toksik.
Tentu saja semua kejadian tersebut, yang diakibatkan oleh adanya pencemaran minyak, akan terkait dengan rusaknya ekosistem mangrove. Adapun aplikasi detergen sebagai dispersant untuk menyerap tumpahan minyak di laut berpengaruh besar pada berbagai kehidupan biota laut, yaitu meningkatkan biological membrane permeability terhadap senyawa toksik.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Pencemaran laut terjadi apabila
dimasukkannya oleh manusia, baik secara langsung maupun tidak langsung, sesuatu
benda, zat atau energi ke dalam lingkungan laut, sehingga menimbulkan akibat
sedemikian rupa kepada alam dan membahayakan kesehatan serta kehidupan manusia
dan ekosistem serta merugikan lingkungan yang baik dan fungsi laut sebagaimana
mestinya. Tumpahan minyak menjadi penyebab utama pencemaran laut. Minyak yang
tumpah diakibatkan oleh operasi kapal tanker, docking (perbaikan/perawatan
kapal), terminal bongkar muat tengah laut, tanki ballast dan tanki bahan bakar,
scrapping kapal (pemotongan badan kapal untuk menjadi besi tua), kecelakaan
tanker (kebocoran lambung, kandas, ledakan, kebakaran dan tabrakan), sumber di
darat (minyak pelumas bekas, atau cairan yang mengandung hydrocarbon
(perkantoran & industri), dan tempat pembersihan (dari limbah pembuangan
Refinery).
1)
Beberapa
teknik penanggulangan tumpahan minyak diantaranya adalah in-situ burning,
penyisihan secara mekanis, bioremediasi, penggunaan sorbent dan penggunaan
bahan kimia dispersan. Setiap teknik ini memiliki laju penyisihan minyak
berbeda dan hanya efektif pada kondisi tertentu.
2)
Komponen
minyak yang tidak dapat larut di dalam air akan mengapung yang menyebabkan air
laut berwarna hitam. Beberapa komponen minyak tenggelam dan terakumulasi di
dalam sedimen sebagai deposit hitam pada pasir dan batuan-batuan di pantai.
Komponen hidrokarbon yang bersifat toksik berpengaruh pada reproduksi,
perkembangan, pertumbuhan, dan perilaku biota laut, terutama pada plankton,
bahkan dapat mematikan ikan, dengan sendirinya dapat menurunkan produksi ikan.
B.
SARAN
Masuknya minyak ke dalam perairan
karena aktifitas manusia merupakan hal yang fatal. Sehingga kita sebagai insan
akademisi di harapkan terus memberi kontribusi dengan memikirkan
masalah-masalah serius seperti ini.
0 komentar:
Posting Komentar